Kejahatan terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) seperti pemasungan, penelantaran, dan kekerasan masih terjadi di Indonesia hingga kini. Padahal, penderita gangguan jiwa memiliki hak asasi manusia yang setara dengan individu lainnya, termasuk hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, eksploitasi, dan tindakan yang merendahkan martabat.
Hak Konstitusional ODGJ
Konstitusi Indonesia, tepatnya Pasal 28G ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, secara tegas menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.”
Hak tersebut berlaku untuk semua orang tanpa diskriminasi, termasuk mereka yang mengalami gangguan jiwa.
1. Dasar Hukum Perlindungan Hukum Bagi ODGJ
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
Indonesia telah memperbarui regulasi mengenai kesehatan melalui UU No. 17 Tahun 2023, yang secara eksplisit mengatur perlindungan hukum bagi penderita gangguan jiwa. Dalam undang-undang ini, terdapat dua poin penting:
- Pemeriksaan Kesehatan Jiwa bagi Tersangka atau Terdakwa
Menurut Pasal 81 UU 17/2023, jika seseorang yang diduga menderita gangguan jiwa melakukan tindak pidana, maka wajib dilakukan pemeriksaan jiwa. Tujuannya adalah:- Menentukan kemampuan pertanggungjawaban pidana.
- Menilai kecakapan hukum untuk menjalani proses peradilan.
Ini merupakan bentuk perlindungan hukum preventif agar proses hukum tetap menghormati kondisi psikologis individu.
2. Sanksi Hukum bagi Pelaku Kekerasan terhadap ODGJ
Selain perlindungan hukum, undang-undang juga mengatur sanksi pidana bagi siapapun yang melanggar hak-hak penderita gangguan jiwa. Dalam Pasal 434 UU No. 17 Tahun 2023, disebutkan:
“Setiap orang yang melakukan pemasungan, penelantaran, kekerasan, dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan tindakan tersebut terhadap penderita gangguan jiwa atau tindakan lainnya yang melanggar hak asasi penderita gangguan jiwa, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau denda paling banyak Rp10 juta.”
Tindakan seperti mengurung ODGJ di rumah, membiarkan mereka tanpa perawatan medis, atau melakukan kekerasan fisik dan psikis dapat dipidana secara hukum.
3. Upaya Pemerintah dalam Penanggulangan Pemasungan
Sebagai bentuk upaya perlindungan lanjutan, pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2017 telah menerbitkan kebijakan khusus mengenai:
Penanggulangan Pemasungan pada Orang dengan Gangguan Jiwa
Peraturan ini menegaskan bahwa pemasungan merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk:
- Menyediakan layanan kesehatan jiwa komunitas
- Mengedukasi keluarga dan masyarakat
- Memberikan fasilitas perawatan di puskesmas maupun rumah sakit jiwa
4. Mengapa Perlindungan Hukum Ini Penting?
- Karena ODGJ sering kali tidak mampu membela dirinya sendiri secara hukum.
- Banyak kasus kekerasan terhadap ODGJ tidak dilaporkan karena stigma atau ketidaktahuan keluarga.
- Penegakan hukum menjadi penting agar tidak ada lagi perlakuan diskriminatif terhadap mereka yang rentan.
5. Langkah Hukum Jika ODGJ Mengalami Kekerasan atau Penelantaran
Jika Anda mengetahui ada kasus kekerasan, penelantaran, atau pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa, berikut langkah yang bisa dilakukan:
- Laporkan ke Polisi atau Dinas Sosial Setempat
- Dokumentasikan Bukti (Foto/Video/Kesaksian)
- Minta Pendampingan Hukum atau Lembaga Bantuan Hukum
- Konsultasi dengan Pengacara yang Paham Hukum Kesehatan
Konsultasi Hukum Terkait ODGJ dan Hukum Kesehatan
Jika Anda memerlukan konsultasi hukum seputar perlindungan hukum penderita gangguan jiwa, baik sebagai keluarga, pendamping, atau pihak terkait, silakan hubungi tim hukum kami di ILS Law Firm:
📞 Telepon / WhatsApp: 0813-9981-4209
📧 Email: info@ilslawfirm.co.id
Kami siap membantu memberikan solusi hukum terbaik sesuai kebutuhan Anda.