Bagaimana cara korban menuntut ganti kerugian kepada terpidana? Simak panduan hukum lengkap mengenai mekanisme gugatan ganti rugi, dasar hukum, dan prosedur yang harus ditempuh menurut hukum Indonesia.
Pengantar
Dalam sistem peradilan pidana, fokus utama sering kali tertuju pada pelaku tindak pidana, mulai dari proses penangkapan, penyidikan, hingga pemidanaan. Namun, di sisi lain, korban tindak pidana juga memiliki hak hukum yang tidak kalah penting, salah satunya adalah hak untuk memperoleh ganti kerugian (restitusi) atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku yang telah dijatuhi hukuman atau terpidana.
Sayangnya, banyak korban yang tidak mengetahui bahwa mereka memiliki hak untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku bahkan setelah putusan pidana dijatuhkan. Artikel ini akan membahas secara komprehensif cara korban menuntut ganti kerugian kepada terpidana, dasar hukum, prosedur pengajuan, serta opsi yang dapat digunakan dalam sistem hukum Indonesia.
Hak Korban dalam Sistem Peradilan Pidana
Hak korban tidak hanya berhenti pada pelaporan atau menjadi saksi dalam proses pidana. Dalam konteks hukum modern, khususnya setelah berlakunya Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, korban memiliki hak untuk:
- Mendapatkan perlindungan hukum,
- Memperoleh informasi mengenai perkembangan perkara,
- Memperoleh restitusi dan kompensasi,
- Mengajukan keberatan atas penghentian perkara,
- Mendapatkan layanan rehabilitasi dan pemulihan.
Hak atas restitusi merupakan bentuk pengakuan negara bahwa korban berhak atas pemulihan atas penderitaan atau kerugian akibat kejahatan.
Apa Itu Restitusi dan Ganti Kerugian?
Restitusi
Adalah ganti kerugian yang dibebankan langsung kepada pelaku (terpidana) atas kerugian materiil atau immateriil yang diderita korban sebagai akibat dari tindak pidana.
Restitusi bisa mencakup:
- Biaya pengobatan,
- Kerugian harta benda,
- Kerugian pendapatan,
- Biaya pemakaman (dalam kasus pembunuhan),
- Ganti rugi atas penderitaan psikis.
Kompensasi
Kompensasi adalah ganti rugi yang dibayar oleh negara kepada korban dalam kasus-kasus tertentu, terutama jika pelaku tidak diketahui atau tidak mampu membayar.
Namun, dalam konteks artikel ini, fokus utama adalah restitusi, yaitu tuntutan langsung korban kepada terpidana.
Dasar Hukum Penuntutan Ganti Rugi oleh Korban
Korban memiliki hak hukum yang kuat untuk menuntut ganti rugi berdasarkan beberapa ketentuan berikut:
- Pasal 98 KUHAP
“Jika suatu perkara pidana sedang diperiksa di sidang pengadilan negeri, maka korban atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan ganti kerugian kepada terdakwa melalui pengadilan yang sama.”
- UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
- Pasal 7A dan Pasal 7B memberikan hak bagi korban untuk menuntut restitusi dan mengatur mekanisme pengajuan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
- Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2022
- Mengatur tata cara pemberian restitusi terhadap korban tindak pidana.
Cara Menuntut Ganti Kerugian kepada Terpidana
1. Melalui Mekanisme Gugatan di Dalam Proses Pidana (Pasal 98 KUHAP)
Gugatan ganti rugi ini diajukan bersamaan dengan proses pidana (saat perkara masih diadili), dengan prosedur:
- Korban atau kuasanya menyampaikan permohonan ganti rugi kepada ketua majelis hakim,
- Gugatan dibacakan di persidangan pidana,
- Hakim memutus gugatan dalam amar putusan pidana yang sama.
Catatan penting: Jika gugatan tidak diajukan saat perkara pidana disidangkan, maka korban tidak bisa lagi menggunakan Pasal 98 KUHAP, dan harus menempuh jalur lain.
2. Melalui Gugatan Perdata Terpisah (Setelah Putusan Inkracht)
Jika perkara pidana telah selesai (putusan berkekuatan hukum tetap), korban tetap bisa menuntut ganti rugi melalui:
- Gugatan perdata ke Pengadilan Negeri, dengan dasar perbuatan melawan hukum (PMH) sesuai Pasal 1365 KUHPerdata.
Prosedur:
- Daftarkan gugatan terhadap terpidana di PN tempat domisili tergugat,
- Sertakan salinan putusan pidana yang inkracht sebagai bukti utama,
- Nyatakan besaran kerugian materiil dan/atau immateriil yang dituntut,
- Jalani proses pembuktian dan persidangan hingga putusan ganti rugi dijatuhkan.
Syarat dan Dokumen yang Harus Disiapkan
Untuk menuntut ganti kerugian secara hukum, korban perlu menyiapkan:
- Identitas diri (KTP/paspor),
- Surat kuasa (jika dikuasakan),
- Salinan laporan polisi atau surat keterangan peristiwa pidana,
- Bukti kerugian (nota, kwitansi, hasil medis, dsb.),
- Salinan putusan pengadilan pidana (jika sudah inkracht),
- Rincian besaran ganti rugi yang dituntut.
Apa yang Terjadi Jika Terpidana Tidak Membayar Ganti Rugi?
Jika putusan pengadilan sudah memerintahkan pembayaran, tetapi terpidana tidak melaksanakan:
- Korban dapat mengajukan eksekusi ke pengadilan,
- Pengadilan akan menunjuk jurusita untuk menyita harta benda terpidana,
- Jika tidak ada aset, korban dapat menggugat lagi untuk pemenuhan kewajiban jika di kemudian hari terpidana memiliki kemampuan membayar.
Penutup
Menjadi korban tindak pidana bukan hanya soal mengalami kerugian fisik atau material, tetapi juga menyangkut pemulihan secara hukum. Negara telah menyediakan berbagai jalur untuk memastikan korban bisa menuntut ganti kerugian kepada terpidana dengan prosedur yang sah dan adil.
Mulai dari pengajuan di sidang pidana, gugatan perdata, hingga melalui LPSK, korban memiliki hak hukum yang kuat untuk memperjuangkan keadilan. Dengan pendampingan hukum yang tepat, peluang untuk memperoleh kompensasi dan restitusi akan semakin terbuka.
Konsultasi Hukum dengan ILS Law Firm
Apakah Anda menjadi korban tindak pidana dan ingin menuntut ganti rugi kepada pelaku yang telah dihukum? Ingin tahu jalur hukum mana yang paling efektif untuk Anda?
ILS Law Firm siap membantu Anda dalam:
- Menyusun gugatan ganti rugi,
- Mengajukan permohonan ke LPSK,
- Mendampingi proses sidang dan eksekusi,
- Memberikan solusi hukum strategis dan berkelanjutan.
Hubungi kami hari ini untuk konsultasi:
ILS Law Firm
Telepon / WhatsApp: 0813-9981-4209
Email: info@ilslawfirm.co.id