ILS 1 Logo

Hukum Malpraktik di Indonesia

Picture of Resa IS

Resa IS

Lawyer ILS Law Firm

Dokter atau tenaga medis, tenaga kesehatan, hingga rumah sakit dapat dituntut secara hukum jika terbukti melakukan malpraktik. Oleh karena itu, penting mengetahui apa itu malpraktik menurut hukum Indonesia.

Malpraktik adalah tindakan praktik kedokteran yang dianggap salah, kualitas buruk, tidak tepat hingga melanggar kententuan perundang-undangan hingga kode etik.

Malpraktik juga dapat diatrikan sebagai kesalahan profesional dari pihak dokter yang dimana tidak melakukan tindakan yang umumnya dilakukan oleh dokter atau tidak melakukan praktik kedokteran yang sesuai standar yang sudah ditetapkan menurut hukum yang ada di undang-undang atau kode etik.

Apakah pengertian malpraktik terdapat dalam UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) ? jika melihat aturan tersebut tidak terdapat pengertian malpraktik secara eksplisit dalam undang-undang tersebut.

Jenis pelanggaran malpraktik dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

Pelanggaran Malpraktik medis adalah kelalaian dalam praktik kedokteran yang dianggap melanggar hukum atau peraturan perundang-undangan yang berakibat pasien luka berat atau meninggal dunia.

Akibat perbuatan malpraktik medis ini, pihak pasien dapat meminta pertanggungajawaban hukum pihak dokter atau tenaga medis hingga rumah sakit secara hukum pidana atau perdata.

Pelanggaran Malpraktik Ektik adalah tindakan praktik kedokteran yang dianggap melanggar etika kedokteran yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang didalamya berisi standar etika professi dokter.

Akibat perbuatan malpraktek etik ini, pihak dokter dapat dicabut izin praktiknya hingga rumah sakit dapat dicabut izin penyelenggaraan rumah sakitnya.

Hubungan dokter dan pasien dapat diketegorikan sebagai hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual itu terjadi dikarenakan 2 (dua) hal, yaitu :pertama, adanya suatu persetujuan (consensual agreement) dan kedua, adanya saling percaya (fiduciary) antara dokter dan pasien.

Apabila terjadi tindakan Malpraktik, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan pasien, yaitu:

Terdapat 2 (dua) Pasal Ancaman pidana untuk dokter yang melakukan perbuatan Malpraktik yang diatur dalam  Pasal 440 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan/atau Pasal 395 KUHP, yaitu:

Pasal 440

  1. Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan kealpaan yang mengakibatkan Pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 
  2. Jika kealpaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 395 KUHP

“Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara.”

Jika memperhatikan ketentuan pasal diatas, seorang dokter yang melakukan praktik kedokteran yang menyebabkan malpraktik dianggap “melakukan perbuatan lalai” atau “tidak sengaja”. Artinya, karena perbuatan yang dilakukan dokter tersebut dianggap lalui (culpa), maka hukuman pidana penjara yang berpotensi diterima dokter yaitu paling lama 3 (tiga) tahun penjara untuk yang mengakibatkan pasien luka berat, sedangkan yang mengakibatkan kematian diancam paling lama 5 (lima) tahun penjara.

Pasal 308 ayat (1) UU Kesehatan menyatakan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang diduga melanggar hukum dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dapat dikenai pidana, terlebih dahulu harus dimintakan rekomendasi dari mejelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304. Artinya, agar dokter mendapatkan sanksi pidana terhadap dugaan malpraktik yang dilakukannya, maka sebelum itu harus mendapatkan rekomendasi dari MKEK.

Rekomendasi diberikan setelah Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mengajukan permohonan secara tertulis.

Pasien dapat  melaporkan dokter yang melakukan tindakan malpraktik dan melanggar kode etik profesi ke MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) IDI (Ikadan Doker Indonesia). Adapun tempat MKEK terdapat diseluruh kantor wilayah IDI.

Dasar hukum pelaporan ini diatur dalam Pasal 305 ayat (1) UU Kesehatan:  

“ Pasien atau keluarganya yang kepentingannya dirugikan atas tindakan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dalam memberikan Pelayanan Kesehatan dapat mengadukan kepada majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304.”

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dapat memberikan sanksi terhadap dokter yang melakukan tindakan melanggar kode etik. Sanksi yang diberikan dokter oleh MKEK sesuai Pasal 306 ayat (1) UU Kesehatan yaitu:  

  1. Peringatan tertulis;
  2. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di penyelenggara pendidikan di bidang Kesehatan atau Rumah Sakit pendidikan terdekat yang memiliki kompetensi untuk melakukan pelatihan tersebut;
  3. Penonaktifan STR untuk sementara waktu; dan/atau
  4. Rekomendasi pencabutan SIP.

Pasien berhak mengajukan guggatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap dokter yang melakukan tindakan melawan hukum melakukan malpraktek ke Pengadilan Negeri dengan meminta ganti kerugian berupa kerugian materiil dan immaterial.

Gugatan perbuatan melawan hukum ini didasari pada Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi:

 “ Tiap-tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian bagi orang lain, maka mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.”

Untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ini, pasien memiliki kewajiban membuktikan beberap hal :

  1. Perbuatan melawan hukum Malpraktik yang dilakukan dokter,
  2. Kesalahan atau kelalaian dari dokter,
  3. Kerugian dari pasien,
  4. Terdapat hubungan hukum dan sebab akibat dari kerugian pasien dan kesalahan dokter.

Oleh karena beban pembuktian gugatan perdata ini ada pada pasien yang menggugat, maka pihak pasienlah yang memiliki kewajiban untuk membuktikannya secara hukum.

Namun gugatan perdata hanya dapat diajukan kepada dokter setelah mendapat rekomendasi dari majelis MKEK sebagaimana diatur dalam Pasal 308 ayat (2) UU Kesehatan yang menyebutkan:

“Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang dimintai pertanggungiawaban atas tindakan/perbuatan berkaitan dengan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan yang merugikan Pasien secara perdata, harus dimintakan rekomendasi dari majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304.”

Jika dokter dapat dituntut malpraktik, apakah Rumah Sakit tempat dokter melakukan praktik dapat ikut serta dituntut baik secara pidana, kode etik hingga meminta ganti kerugian?

Pasal 192 ayat (2) UU Kesehatan disebutkan rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas menyelamatkan nyawa manusia. Artinya, rumah sakit tidak dapat dituntut sepanjang apa yang dilakukan demi menyelamatkan manusia.

Namun Pasal 193 UU Kesehatan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menuntut rumah sakit jika terdapat kelalaiannya yang berbunyi “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang ditakukan oleh Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit.”

Apabila ditafsirkan lebih jauh, Pasal 193 UU Kesehatan diatas ini pasien hanya dapat menuntut rumah sakit secara terbatas dari aspek perdata bila terdapat tindakan malpraktik, sedangkan untuk menuntut rumah sakit melakukan tindakan malpraktik mungkin sulit dilakukan dikarenakan Pasal 447 ayat (1) UU Kesehatan membatasi tindak pidana yang dapat dilakukan korporasi seperti hanya terbatas pada beberapa norma hukum seperti Pasal 442, Pasal 444, Pasal 445, dan Pasal 446 dan tidak termasuk 440 UU Kesehatan yang merupakan Pasal tentang tindakan malpraktik dokter.

Walau pihak rumah sakit dapat dilakukan penuntutan secara perdata, akan tetapi pasien tetap berhak meminta dalam gugatan perdata itu seperti memohon agar dilakukan pencabutan izin rumah sakit hingga meminta ganti kerugian terkait perbuatan rumah sakit tersebut.

Gugatan perdata yang diajukan pasien terhadap rumah sakit perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian karena Pasal 191 huruf (e) UU Kesehatan menyebutkan rumah sakit memiliki hak untuk menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian. artinya, rumah sakit berpotensi dapat mengajukan gugatan balik jika merasa dirugikan akibat gugatan pasien.

_____

Apabila anda ingin konsultasi seputar hukum kesehatan dan tindakan malpraktik, anda dapat menghubungi tim ILS Law Firm melalui:

Publikasi dan Artikel

ILS Law Firm menyediakan tulisan-tulisan sebagai sarana edukasi dan panduan penyelesaian permasalahan terbaik dengan tingkat obyektifitas setinggi mungkin.

Terbaru