Pertanyaan :
Apakah boleh kontrak atau perjanjian dapat diputus karena wanprestasi ?
Dalam praktik bisnis dan hubungan hukum lainnya, kontrak memiliki peran penting sebagai dasar kesepakatan antara para pihak. Kontrak bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum, di mana setiap pihak wajib memenuhi apa yang telah disepakati. Namun, tidak jarang satu pihak gagal memenuhi kewajibannya atau melakukan wanprestasi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apakah kontrak dapat diputus karena wanprestasi?
Pengertian dan Unsur-Unsur Wanprestasi
Wanprestasi merujuk pada keadaan di mana salah satu pihak dalam suatu perikatan (perjanjian) tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati atau melakukan kewajibannya tidak sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, wanprestasi adalah pelanggaran atau kelalaian terhadap suatu perjanjian. Terdapat beberapa bentuk wanprestasi, yaitu:
- Tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
- Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan atau isi perjanjian.
- Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.
- Melakukan suatu perbuatan yang dilarang dalam perjanjian.
Untuk mengklaim seseorang sebagai wanprestasi, terdapat beberapa unsur yang harus terpenuhi, yaitu:
- Adanya perjanjian: Wanprestasi hanya dapat terjadi jika ada perjanjian yang mengikat kedua belah pihak.
- Ketidakpatuhan terhadap kewajiban: Pihak yang dianggap wanprestasi tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan, meskipun telah diberikan peringatan atau terguran.
- Kerugian: Ketidakpatuhan tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Dasar Hukum Pemutusan Kontrak karena Wanprestasi
Pemutusan kontrak atau yang disebut pembatalan perikatan/perjanjian dalam hukum perdata akibat wanprestasi diatur dalam KUH Perdata, terutama Pasal 1266 dan Pasal 1267. Pasal 1266 mengatur bahwa pihak yang mengalami kerugian karena wanprestasi dapat menuntut pembatalan kontrak melalui pengadilan.
Perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak dengan syarat perjanjian harus timbal balik, terdapat wanprestasi, dan pembatalannya harus dimintakan kepada hakim. Pemutusan perjanjian secara sepihak karena terjadi wanprestasi tanpa melalui pengadilan merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Sebagaimana dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 4/Yur/Pdt/2018, yang menyatakan: “Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam perbuatan melawan hukum.” Demikian halnya dengan pembatalan perjanjian yang mengandung unsur kesewenang-wenangan, atau menggunakan posisi dominan dan memanfaatkan posisi lemah pada pihak lawan, dapat dimaknai sebagai penyalahgunaan keadaan.
Dalam kontrak bisnis, sering kali terdapat klausul yang memungkinkan salah satu pihak mengakhiri kontrak jika terjadi wanprestasi. Klausul ini memperkuat hak pihak yang dirugikan untuk mengakhiri kontrak tanpa harus melalui proses pengadilan. Akan tetapi, Pencantuman klausul yang mengesampingkan Pasal 1266 KUH Perdata dalam sebuah perjanjian dianggap melanggar Pasal 1266 KUH Perdata itu sendiri. Ketentuan dalam pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa pembatalan perjanjian karena adanya wanprestasi harus dimintakan kepada hakim melalui putusan pengadilan. Sekalipun syarat batal mengenai wanprestasi tidak dinyatakan dalam perjanjian, hakim akan memberikan jangka waktu kepada pihak yang dianggap wanprestasi untuk memenuhi kewajibannya, yaitu tidak boleh lebih dari satu bulan. Selain dengan menuntut pembatalan ke pengadilan, pihak yang merasa telah dirugikan akibat pihak lain yang wanprestasi dapat memilih untuk menuntut melanjutkan pemenuhan prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan di awal atau menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi dan bunga, sesuai yang dijelaskan dalam Pasal 1267 KUH Perdata.
Prosedur Pemutusan Kontrak
Dalam praktiknya, pemutusan kontrak karena wanprestasi tidak dapat dilakukan secara sepihak tanpa adanya prosedur hukum yang umum dilakukan, yaitu:
- Pemutusan Kontrak Berdasarkan Kesepakatan Bersama: Kontrak/ perjanjian dapat diputus didasarkan kesepakatan bersama. Artinya, para pihak memutuskan kontrak dengan bertemu dan melakukan mediasi agar mencapai musyawarah mufakat. Hal ini didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) yang pada intinya perjanjian yang dibuat sah berlaku undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- Pemutusan kontrak melalui pengadilan: Apabila tidak ada tanggapan dan itikad baik atau penyelesaian yang memadai, pihak yang dirugikan dapat memilih langkah hukum untuk melakukan pemutusan kontrak secara formal melalui pengadilan negeri, yang juga dapat disertai dengan permintaan penggantian kerugian.
Dengan demikian, pemutusan kontrak karena wanprestasi diperbolehkan secara hukum, namun pemutusan kontrak tersebut harus melalui prosedur hukum yang umum dilakukan seperti pemutusan kontrak yang didasarkan pada kesepakatan bersama atau pemutusan kontrak melalui pengadilan negeri.
Editor : Aldoni Sabta Ramdani, S.H.
_____
Apabila anda ingin konsultasi dengan pengacara terkait kasus wanprestasi (perdata), anda dapat menghubungi tim ILS Law Firm melalui:
Telepon/ Whatsapp : 0813-9981-4209
Email : info@ilslawfirm.co.id