Pertanyaan:
Bagaimana cara menurut hutang piutang secara hukum yang didasarkan bukan pada perjanjian tertulis, akan tetapi hanya kesepakatan lisan para pihak ?
Jawab:
Dalam praktik kehidupan sehari-hari, hubungan utang piutang sering terjadi tanpa adanya perjanjian tertulis. Hal ini biasanya didasarkan pada rasa saling percaya antara pihak yang berutang (debitur) dan pihak yang memberi pinjaman (kreditur). Namun, ketika terjadi perselisihan atau ketidakmampuan debitur untuk membayar utang, ketiadaan dokumen tertulis seringkali menjadi kendala dalam proses penegakan hak kreditur secara hukum. Artikel ini akan membahas cara menuntut hak secara hukum dalam kasus utang piutang tanpa perjanjian tertulis.
Dasar Hukum Utang Piutang
Hukum perdata di Indonesia mengatur hubungan utang piutang melalui Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Kedua pasal ini menegaskan bahwa suatu perjanjian sah jika memenuhi empat syarat, yaitu:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
- Suatu hal tertentu.
- Suatu sebab yang halal.
Selain itu, Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Artinya, selama unsur-unsur sahnya perjanjian terpenuhi, perjanjian tersebut tetap berlaku meskipun tidak dibuat secara tertulis.
Cara Menuntut Utang Piutang Tanpa Perjanjian Tertulis Secara Hukum
Dibawah ini beberapa cara menurut hutang piuang yang didasarkan tanpa perjanjian tertulis secara hukum, yaitu:
- Mengajukan Gugatan ke Pengadilan
Perihal penuntutan dalam kasus utang piutng dilakukan dengan mengajukan gugatan ke secara perdata ke pengadilan, di mana menjadi langkah hukum yang bisa dilakukan para pihak jika upaya negosiasi, mediasi, dan/atau somasi tidak berhasil. Gugatan dapat berupa:
- Gugatan Wanprestasi (Pasal 1243 KUH Perdata): Jika debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar utang.
- Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUH Perdata): Jika terdapat unsur perbuatan melawan hukum dan membawa kerugian bagi pihak lain di luar klausul perjanjian utang piutang.
- Membuktikan Adanya Utang Piutang
Dalam perkara utang piutang tanpa perjanjian tertulis, bukti menjadi aspek krusial. Pihak kreditur atau penggugat harus dapat membuktikan adanya hubungan utang piutang yang sah meskipun tidak ada perjanjian tertulis. Adapun KUH Perdata memberikan keleluasaan untuk menggunakan bukti selain dokumen tertulis, antara lain:
- Saksi: Kesaksian dari pihak ketiga yang mengetahui adanya utang piutang dapat diajukan sebagai alat bukti. Hal ini diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata.
- Pengakuan Debitur: Jika debitur pernah mengakui keberadaan utang, baik secara lisan, dokumen elektronik tertulis seperti SMS, WhatsApp, atau email, hal tersebut dapat menjadi bukti pendukung gugatan.
- Keadaan atau fakta lainnya: Bukti berupa transfer uang, kuitansi, tanda terima maupun catatan lain yang menunjukkan transaksi utang piutang juga bisa digunakan sebagai bukti di persidangan.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, meskipun hutang piutang tanpa perjanjian tertulis tetap memiliki kekuatan hukum yang sama sepanjang memenuhi syarat sah perjanjian serta dapat dituntut secara hukum dengan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri, keberhasilan dalam menuntutnya sangat bergantung pada kemampuan pihak yang dirugikan untuk membuktikan adanya utang tersebut. Oleh karena itu, disarankan agar setiap transaksi utang piutang, meskipun dalam jumlah kecil, sebaiknya dicatat secara tertulis untuk menghindari masalah di kemudian hari.
Editor : Aldoni Sabta Ramdani, S.H.
_____
Apabila anda ingin konsultasi seputar cara menurut hutang piuang tanpa perjanjian tertulis, anda dapat menghubungi tim ILS Law Firm melalui:
Telepon/ Whatsapp : 0813-9981-4209
Email : info@ilslawfirm.co.id